Jakarta, CNBC Indonesia – Perdagangan saham 2024 baru berjalan kurang lebih satu minggu, tapi sudah diwarnai oleh hadirnya tiga emiten baru yakni ASLI, CGAS dan NICE.
Sayangnya, kehadiran tiga emiten tersebut malah memberikan tone yang lebih gelap untuk IHSG. Pasalnya dua dari tiga rombongan awal IPO ini adalah emiten yang jauh dari kata sehat alias sakit.
Jadi investor harus peka terhadap sinyal sakit dengan mengecek kesehatan perusahaan. Caranya adalah dengan memberikan fundamental perusahaan.
Apa Ukuran Sehat atau Sakit?
Ukuran kesehatan perusahaan ada berbagai macam faktor dan indikator. Saat ini CNBC Indonesia menggunakan indikator yang umum digunakan agar dapat diaplikasikan dengan mudah untuk para investor.
Pertama, adalah soal tingkat leverage atau seberapa besar perusahaan dibiayai dengan utang. Rasio ini untuk mengukur stabilitas perusahaan.
Nilai rasio yang lebih tinggi menunjukkan tingginya jumlah utang dalam operasional perusahaan. Selain itu bisa jadi warning ketika ekonomi sedang goyang.
Salah satu ukuran leverage adalah dengan debt to equity atau DER yang didapatkan dengan membandingkan jumlah utang dengan modal atau ekuitas. Selain itu juga membandingkan jumlah utang dengan aset yang dimiliki yakni debt to asset atau DAR.
Angka 100% atau 1 kali adalah batas keramat pemisah mana perusahaan yang tingkat leverage nya normal atau sudah gawat.
Nilai di bawah 100% atau 1 kali dianggap masih stabil atau sehat. Sementara jika di atas angka tersebut artinya sudah penuh risiko atau bahkan menuju sakit.
Rasio likuiditas juga tak luput dari pertimbangan yang terdiri dari current ratio dan cash ratio.
Current ratio atau rasio lancar digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau yang jatuh tempo dalam satu tahun. Ini memberi tahu investor dan analis bagaimana perusahaan dapat memaksimalkan aset lancar di neraca untuk memenuhi utang lancar dan utang lain-lain.
Sementara rasio kas secara khusus menghitung rasio total kas dan setara kas perusahaan terhadap kewajiban lancarnya. Metrik ini mengevaluasi kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka pendeknya dengan uang tunai atau sumber daya dekat tunai, seperti surat berharga yang mudah dipasarkan.
Berbeda dengan DER dan DAR, rasio likuiditas dikatakan baik jika berada di atas satu kali atau 100%. Sebab mengindikasikan kemampuan bayar utang jangka pendek dengan kas atau aset lancar dengan baik.
Rasio likuiditas dan leverage kemudian dikombinasikan dengan indikator profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba.
Adapun rasio profitabilitas yang digunakan adalah marjin laba kotor, marjin laba bersih, dan laba terhadap ekuitas atau modal perusahaan.
Marjin laba baik itu kotor maupun laba bersih secara umum digunakan untuk mengukur efisiensi perusahaan dalam memperoleh laba dari kegiatan operasionalnya.
Kemudian ROE adalah rasio umum yang digunakan oleh para investor untuk melihat berapa laba yang mampu dihasilkan oleh perusahaan dari total ekuitas atau modal.
2 dari 3 Emiten yang IPO Punya Gejala Sakit
Ibarat manusia, perusahaan juga bisa mengalami gejala sakit atau mungkin sampai tumbang. Sebagai investor ada baiknya mampu mengenali lebih awal gejala sakit tersebut.
Gejala sakit level satu yang bisa dikenali adalah dari tingkat leverage atau utang dibandingkan ekuitas dan aset. Jika berada di atas level satu kali atau 100%, ada baiknya investor mulai waspada.
Makin parah jika utang yang besar tersebut tidak dibarengi dengan kemampuan bayar yang tinggi. Ini sudah masuk level dua tingkatan waspada investor.
Saat utang besar, kemampuan bayar tidak ada, kemudian ditambah rendahnya kemampuan mendapatkan laba, lebih baik investor pikir berkali-kali untuk investasi. Dengan catatan dari perusahaan tidak ada strategi khusus untuk membalikkan keadaan perusahaan.
Jika menilai saham yang baru saja IPO di awal 2024 ini, terdapat dua emiten yang masuk kategori level satu. Kedua saham tersebut adalah NICE dan CGAS.
NICE memiliki DAR sebesar 55%, artinya setengah dari aset perusahaan merupakan sebuah utang. Sedangkan DER sebesar 123% atau sudah melewati batas aman. Tingkat DER dan DAR Nice sendiri berada di atas para pesaingnya.
Kemudian kemampuan bayar utang jangka pendek yang diukur dengan rasio lancar terbilang baik yakni 1,22 kali. Hanya saja tingkat kas terhadap utang jangka pendek masih rendah 0,35 kali.
Saham lainnya yang sudah ‘lampu kuning’ adalah CGAS. Perusahaan gas tersebut memiliki DER 147% dan DAR 59%.Angka ini jauh lebih tinggi dari pesaingnya yakni PGAS dengan DER 35,6% dan DAR 26,7%.
Meski demikian, tingkat rasio lancar CGAS sangat baik yakni di angka 1,6 kali. Artinya aset CGAS dalam kondisi sangat likuid.
Terakhir adalah ASLI, bisa dikatakan ini adalah emiten yang baru listing di BEI selama 2024 berjalan dengan kondisi yang sehat.
Baik dari segi leverage, likuiditas, dan profitabilitas. Berdasarkan rasio tersebut, ASLI juga memiliki nilai yang baik jika disandingkan dengan pesaingnya.
Performa Harga dan Secercah Catatan IPO 2023
Performa harga CGAS, ASLI, dan NICE sejauh ini tidak terlalu agresif. Bahkan ada yang langsung ambles.
ASLI, saham pertama yang IPO di 2024 mencatatkan performa negatif. Selama tiga hari perdagangan saham ASLI jeblok 45,25%. Pada penutupan perdagangan Selasa (10/1/2024) harga sahamnya Rp59 per saham, di bawah harga IPO Rp100 per saham.
Sementara itu dalam dua hari perdagangan sejak IPO, saham CGAS mencatatkan penguatan 26,75% menjadi Rp430 per saham. Sekadar informasi, harga IPO senilai Rp338 per saham.
Saham terakhir adalah NICE yang pada perdagangan kemarin mampu menguat 19,86% menjadi Rp525 per saham dari harga IPO Rp438 per saham.
Pada 2023 Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat sebanyak 79 emiten yang melakukan pencatatan saham perdana (Initial Public Offering/IPO) dengan nilai penggalangan dana sebesar Rp54,14 triliun.
Capaian aksi korporasi tersebut memecahkan rekor dibandingkan dengan tahun 2022 yang sebanyak 59 emiten dengan dana yang dihimpun Rp33,06 triliun. Bahkan, capaian IPO tersebut juga tercatat sebagai rekor tertinggi sepanjang masa, dari sebelumnya 66 IPO pada 1990.
Meski BEI mencetak rekor baru dalam hal jumlah IPO terbanyak sepanjang masa, namun kinerja mayoritas sahamnya justru berbanding terbalik.
Dari 79 saham IPO 2023, hanya 28 saham yang mencatatkan kinerja positif, alias harga terakhirnya sudah berada di atas harga IPO atau jauh di atas harga IPO.
Sedangkan sisanya yakni 51 saham masih mencatatkan kinerja buruk dari harga IPO-nya hingga perdagangan kemarin.
Berikut kinerja saham IPO 2023 : https://madusekali.com/