Jakarta, CNBC Indonesia – Survei konsumen Bank Indonesia pada Desember 2023 menunjukkan tingkat pengeluaran kelas menengah makin tinggi, ketika tingkat tabungannya semakin turun. Ramalan sejumlah ekonom mengenai fenomena ‘makan tabungan’ mulai menjadi kenyataan.
Survei BI pada bulan Desember tersebut memperlihatkan bahwa tingkat konsumsi kelompok pengeluaran Rp 2,1 juta hingga Rp 3 juta per bulan meningkat dari 75,1% menjadi 76,3% dari pendapatan. Angka tersebut melebihi tingkat konsumsi rata-rata pada bulan Desember yang berada di kisaran 74,3%.
“Berdasarkan kelompok pengeluaran, rata-rata porsi konsumsi terhadap pendapatan terpantau menurun untuk hampir semua kelompok, kecuali responden dengan tingkat pengeluaran Rp2,1-3 juta per bulan,” kata BI dalam siaran persnya, Selasa, (9/1/2024).
Kondisi ini menyebabkan tingkat tabungan kelompok pengeluaran yang tergolong kelas menengah bawah itu ikut merosot. Pada November kelompok masyarakat ini masih bisa menyisihkan 15,7% dari pendapatannya untuk ditabung. Sedangkan pada Desember, tingkat tabungan mereka merosot menjadi Rp 14,6% dari pendapatan.
Kondisi kelompok pengeluaran Rp 3,1 juta sampai Rp 4 juta tak jauh berbeda. Tingkat konsumsi mereka stagnan di angka 73,3%, sementara rasio tabungan ikut stagnan di angka 16,1%.
Keadaan keuangan yang dialami kelompok menengah tersebut kontras dengan kelompok menengah ke atas bahkan terhadap kelompok miskin. Kelompok pengeluaran Rp 1 juta sampai 2 juta justru mengalami penurunan tingkat konsumsi dari 75,8% menjadi 75,2% pada Desember. Rasio tabungan mereka ikut naik dari 15,8% menjadi 16,7%.
Peningkatan tabungan kelompok warga miskin itu terjadi bersamaan dengan dimulainya pencairan Bantuan Langsung Tunai (BLT) El Nino. Pemerintah Presiden Jokowi mulai mencairkan bantuan senilai Rp 400 ribu itu pada 13 Desember 2023. Pencairan dilakukan lewat dua cara, yakni dikirim lewat pos dan ditransfer langsung ke rekening penerima.
Sementara itu, kelompok pengeluaran Rp 4,1 juta-Rp 5 juta dan kelompok pengeluaran di atas Rp 5 juta juga mengalami penurunan tingkat konsumsi. Tingkat tabungan mereka juga tetap meningkat.
“Porsi tabungan terhadap pendapatan terindikasi meningkat pada hampir seluruh tingkat pengeluaran, terutama pada responden dengan tingkat pengeluaran Rp1-2 juta per bulan,” tulis BI.
Efek jangka panjang pandemi Covid-19 terhadap ekonomi ditengarai ikut berkontribusi dalam munculnya fenomena masyarakat menggunakan tabungannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari alias makan tabungan. Harga-harga yang naik, sementara masyarakat masih banyak yang setengah menganggur membuat mereka harus menggunakan tabungannya untuk membeli makan.
Ekonom Universitas Indonesia Ninasapti Triaswati menuturkan orang-orang setengah menganggur itu paling banyak ditemui di kelompok masyarakat menengah ke bawah. Mereka adalah pegawai yang dipecat akibat pandemi. Para pegawai ini, sudah mendapat pekerjaan baru, namun gajinya tidak sebesar pekerjaan sebelumnya.
“Setengah menganggur itu artinya mereka masih mencari pekerjaan lain,” kata Ninasapti dalam program Power Lunch di CNBC Indonesia, Rabu (20/12/2023).
Nina mengatakan problem ini bisa muncul karena roda ekonomi pasca-pandemi sudah berjalan dan membuat harga barang konsumsi naik. Namun, kenaikan harga itu tidak diiringi dengan pembukaan lapangan pekerjaan yang memadai. Akibatnya, kata dia, tingkat pengeluaran masyarakat menengah ke bawah sudah kembali seperti sedia kala, namun tidak dibarengi dengan naiknya tingkat pendapatan.
“Kalau pengeluaran naik, tapi pendapatan tetap atau turun, karena dia keluar di-PHK lalu masuk lagi tapi belum dapat pekerjaan yang baik, maka kita lihat akan makan tabungan untuk kelas menengah bawah,” ujar Nina.
Dia memperkirakan tren tekanan terhadap kelas menengah RI ini akan berlanjut hingga 2024. “Jadi, kira-kira setahun ke depan (masyarakat harus) menjaga agar tabungannya cukup untuk dimakan,” kata Nina.
Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad menilai kondisi kelas menengah ini memang seperti terjepit. Dia menilai warga kelas menengah tidak cukup kaya untuk bertahan dari inflasi harga., namun tidak cukup miskin untuk menerima bantuan sosial pemerintah.
“Mereka tidak terjangkau oleh bansos, tapi sebenarnya juga pingin,” kata dia. https://knalpotbelah.com/