Penjelasan Lengkap BMKG Kapan EL Nino Netral-Sifat Musim Kemarau 2024

SHARE  

Seorang petani mengamati padi yang mengalami kekeringan di Desa Kramat, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu, (9/8/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo) Foto: Seorang petani mengamati padi yang mengalami kekeringan di Desa Kramat, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu, (9/8/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia ternyata masih mengalami fenomena iklim El Nino. Padahal, sedang terjadi musim hujan. Di mana, hingga 14 Maret 2024 lalu, BMKG mencatat sebanyak 78% wilayah Indonesia memasuki musim hujan.

Mengutip situs resmi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), El Nino adalah salah satu dampak dari suhu laut yang lebih hangat di Samudera Pasifik, memengaruhi pola curah hujan di Indonesia. Ketika El Nino aktif, Indonesia mengalami musim kemarau yang panjang, mengakibatkan kekeringan dan kurangnya pasokan air.

Dalam “Analisis Dinamika Atmosfer Dasarian II Maret 2024” yang dirilis BMKG hari ini, Senin (25/3/2024), anomali SST (Sea Surface Temperature/ Suhu Permukaan Laut) di Samudera Hindia menunjukkan kondisi Indian Ocean Dipole (IOD) positif (indeks +1.12).

Sedangkan, anomali SST di wilayah Nino 3.4 menunjukkan El Nino moderat (indeks +1,21). Disebutkan, kondisi ini menunjukkan El Nino secara gradual terus turun dari periode sebelumnya. BMKG mencatat, El Nino sudah berlangsung selama 31 hari.

Baca: Waspada RI! BMKG Warning Bencana Besar Ancam Pangan & Energi

BMKG dan beberapa Pusat Iklim Dunia memprediksi El Nino secara gradual akan beralih menjadi Netral mulai Mei-juni-Juli 2024,” demikian mengutip analisis BMKG tersebut.

Sebelumnya, dalam keterangan resmi tanggal 15 Maret 2024 lalu, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan, hingga awal Maret 2024, pemantauan terhadap anomali iklim global di Samudra Pasifik menunjukkan El Nino moderat masih berlangsung dengan nilai indeks 1,59. Sedangkan di Samudra Hindia, pemantauan suhu muka laut menunjukkan kondisi IOD Netral.

“Fenomena El Nino tersebut diprediksi akan segera menuju netral pada periode Mei-Juni-Juli 2024,” katanya.

“Dan setelah triwulan ketiga (Juli-Agustus-September) 2024 berpotensi beralih menjadi La Nina-Lemah,” ungkap Dwikorita.

Sementara itu, terkait Indian Ocean Dipole (IOD), BMKG memprediksi akan tetap netral setidaknya hingga September 2024.

“Kondisi suhu muka laut di Indonesia, diprediksi berada dalam kondisi yang lebih hangat, dengan kisaran +0.5 – +2.0 derajat Celcius lebih hangat dari kondisi normalnya,” kata Dwikorita.

Prediksi dan Kondisi Musim Kemarau tahun 2024

Sementara itu, menurut analisis perkembangan musim kemarau dasarian II Maret 2024, BMKG mencatat sekitar 8% zona musim (ZOM) wilayah Indonesia masuk musim kemarau.

“Wilayah yang sedang mengalami musim kemarau meliputi sebagian Aceh, sebagian Sumatra Utara, Riau bagian utara, sekitar Pangandaran Jawa Barat, sebagian kecil Sulawesi Selatan, sebagian Sulawesi Tengah, sebagian Maluku Utara, dan sebagian kecil Maluku,” tulis BMKG.

BMKG memprediksi musim kemarau tahun 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia mundur dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Yang akan terjadi di bulan Juli dan Agustus 2024.

“Jika dibandingkan terhadap rerata klimatologinya (periode 1991-2020), maka awal musim Kemarau 2024 di Indonesia diprediksi muncur pada 282 ZOM (40%), sama pada 175 ZOM (25%), dan maju pada 105 ZOM (15%),” kata Dwikorita.

Baca: Jakarta Sempat Panas Mendidih Saat Musim Hujan, Apa Penyebabnya?

Dia memaparkan, wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau mundur adalah sebagian Sumatra Utara, sebagian Riau, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, sebagian besar Kalimantan, sebagian Bali, NTB, sebagian NTT, sebagian Sulawesi Tenggara, sebagian Sulawesi Barat, sebagian besar Sulawesi Tengah, Gorontalo, sebagian Sulawesi Tengah dan sebagian Maluku.

“Jika dibandingkan terhadap rerata klimatologinya (periode 1991-2020), maka secara umum Musim Kemarau 2024 diprediksi bersifat normal dan atas normal. Sebanyak 359 ZOM (51,36%) dan 279 ZOM (39,91%). Namun, terdapat 61 ZOM (8,73%) yang diprediksikan akan bersifat bawah normal,” katanya.

Menurut Dwikorita, wilayah yang diprediksi mengalami sifat musim kemarau di bawah normal yaitu di sebagian kecil Aceh, sebagian kecil Sumatra Utara, sebagian kecil Riau, sebagian Kepulauan Bangka belitung, sebagian Jawa Timur, sebagian Kalimantan Barat, sebagian Sulawesi Selatan, sebagian Sulawesi Selatan, sebagian Sulawesi Tenggara, sebagian Sulawesi Tengah, sebagian NTT, Maluku Utara, sebagian Papua Barat, sebagian Papua Tengah dan sebagian Papua Selatan.

Sedangkan, wilayah yang diprediksi mengalami sifat musim kemarau di atas normal yaitu sebagian kecil pesisir selatan Sumatra Barat, Bengkulu, Sumatra Selatan, Lampung, sebagian besar Pulau Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian Kalimantan Barat, sebagian Kalimantan Tengah, sebagian Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Timur, sebagian kecil Kalimantan Utara, bagian selatan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, bagian utara dari Gorontalo dan Sulawesi Utara, sebagian Maluku, sebagian Papua Barat dan sebagian besar Papua Selatan.

“Sebagian besar wilayah Indonesia sebanyak 317 ZOM (45,61%) akan mengalami puncak musim kemarau pada bulan Agustus 2024 yaitu meliputi sebagian Sumatra Selatan, Jawa Timur, sebagian besar Pulau Kalimantan, Bali, NTB, NTT, sebagian besar Pulau Sulawesi, Maluku dan sebagian besar Pulau Papua,” katanya.

“Namun ada beberapa wilayah yang mengalami puncak musim kemarau pada bulan Juli 2024 sebanyak 217 ZOM (31,22%) dan September 2024 sebanyak 68 ZOM (9,78%),” tambahnya.

Baca: Alert! Hingga Februari 2024, Kasus Kematian Akibat DBD Sudah 316 Jiwa

Peringatan Dini

BMKG mengeluarkan peringatan dini level “Waspada” untuk wilayah Aceh. Peringatan tersebut mengantisipasi kekeringan meteorologis.

Sementara, untuk menghadapi musim kemarau tahun 2024, Dwikorita meminta pemerintah dan masyarakat untuk menghadapi musim kemarau 2024.

“BMKG mengimbau Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau,” katanya.

“Terutama di wilayah yang mengalami sifat musim kemarau bawah normal (lebih kering dibanding biasanya). Wilayah tersebut diprediksi dapat mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan kekurangan sumber air,” tegas Dwikorita.

Pemerintah diharapkan lebih optimal melakukan penyimpanan air pada akhir musim hujan ini untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan.

“Tindakan antisipasi juga diperlukan pada wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau atas normal (lebih basah dari biasanya) terutama untuk tanaman pertanian atau hortikultura yang sensitif terhadap curah hujan tinggi,” pungkas https://outbackball.com/Dwikorita.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*